Selasa, 31 Januari 2012

Askep PNEUMONIA


KATA PENGANTAR


Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pedoman bagi mahasiswa untuk mengetahui lebih jelas tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Pneumonia.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah tidak lepas dari berbagai kesulitan, namun berkat bimbingan yang ada dapat kami atasi.
Terakhir kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam mengembangkan wawasan bagi semua pembaca.

Kudus,   Maret 2008


Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN


A.          LATAR BELAKANG
Pnueumonia merupakan suatu radang paru yang disebabkan oleh bemacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Tubuh mempunyai daya tahan yang beguna untuk melindungi dari bahaya infeksi melalui mekanisme daya tahan traktus respiratoris. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang memperngaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit menahun, trauma pada paru, anestesia, aspirasi dan pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna.
(Ngastiyah, 2005 : 57)

B.           TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.      Agar mahasiswa mengetahui lebih lanjut tentang penyakit pneumonia khususnya pada anak.
2.      Agar mahasiswa dapat memberikan askep pada anak dengan penyakit pneumonia.

C.          METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi pustaka, yaitu suatu metode dengan sistem pengambilan materi dari berbagai literatur dan referensi yang berhubungan dengan pneumonia.

D.          SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis membagi dalam 3 bab yaitu :
BAB I       : Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Tujuan Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II      : Konsep Dasar meliputi : Pengertian, Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Pathway, Komplikasi, Penatalaksanaan, fokus Intervensi.
BAB III    :  Penutup
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
KONSEP DASAR


A.          PENGERTIAN
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
(Ngastiyah, 2005 : 57)
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru.
(Mansjoer, 2000 : 465)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan kondisi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
(Waspadji, 2001 : 801)
KLASIFIKASI
Pneumonia dibagi atas dasar anatomis dan etiologis.
-          Berdasarkan anatomis
1.      Pneumonia lobaris
2.      Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)
3.      Pneumonia intersitialis (Bronkiolitis)
-          Berdasarkan etiologis
1.       Bakteri   :  Diploccocus Pneumoniae, Pneumoccocus, Streptococcus Hemolyticus, Streptococcus Aurens, Hemophilus Influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium Tuberculosis.
2.       Virus      :  Respiratory Syncitial Virus, Virus Influenza, Adenivirus, Virus Sitomegalik.
3.       Mycoplasma pneumonia.
4.       Jamur     :  Hitoplasma capsulatum, cryptococcus neoformans, blastomyces dermatitides, coccidioides immitis, aspergillus species, candida albians.
5.       Aspirasi  :  Makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
6.       Pneumonia hipostatik.
7.       Sindrom loeffler.
(Hasan dan Alatas, 1985 : 1229)

B.           ETIOLOGI
1.      Bakteri
Ex : Berbagai kokus, hemophillus influenzae.
2.      Virus
3.      Mycoplasma pneumoniae
4.      Jamur
5.      Aspirasi (makanan, kerosen, amnion dsb)
(Ngastiyah, 2005 : 57)

C.          PATOFISIOLOGI
Bakteri penyebab terisap perifer melalui saluran nafas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah poliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (polimorfonuklear), febrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli dan proses fagositosis yang cepat. Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris.
Proses kerusakan yang terjadi dapat dibatasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan.
(Mansjoer, 2000 : 466)

D.          MANIFESTASI KLINIS
1.      Manifestasi non spesifik dan toksitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2.      Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak nafas, air hunger, merintih dan sianosis.
3.      Retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas) perkusi pekak, fermitus melemah, saluran nafas melemah, dan ronki.
4.      Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskrusi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas tubeler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada, kaku kuduk/meningimus.
5.      Tanda infeksi ekstrapulmonal.
(Mansjoer, 2000 : 466)

E.           PATHWAY



































F.           KOMPLIKASI
-          Efusi pleura dan empiema.
Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negatif sebesar 60%, staphyloccocus aurens 50%, S. Pneumoniae 40-60%, kuman an aerob 35%. Sedangkan pada mycoplasma pneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril, terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.
-          Komplikasi sistemik.
Dapat terjadi akibat invasi kumabn atau bakteriamia beurpa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peninggian ureum dan enzim hati. Adang-kadang terjadi peninggian fosfatase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestatis intrahepatik.
-          Hopoksemia akibat gangguan disfusi.
-          Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh infeksi berulang dilokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia. Tuberkulosis atau pneumonia nekrotikans.

G.          PENATALAKSANAAN
-          Oksigen 1-2 l/menit
-          IVFD dekstrose 10% : NaCl 0.9% = 3 : 1 KCL 10 Meg ml ciaran. Jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
-          Jika sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai makanan anteral bertahap melalui selang nasobastrik dengan feeding drip.
-          Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta abonis untuk memperbaiki transpor mukosilier.
-          Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
-          Anti biotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus penumonia community base :
Ø  Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Ø  Kloram teknikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.

Untuk kasus pneumonia hospital base :
Ø  Sefotaksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
Ø  Amikusin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.


H.          FOKUS INTERVENSI
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum.
Tujuan    :     Pasien menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan nafas.
KH         :     Pasien menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispneu.
Intervensi :
a.       Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
b.      Bantu pasien latihan nafas sering.
c.       Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontra indikasi) tawarkan air hangat daripada dingin.
d.      Libatkan keluarga dalam perawatan.
e.       Pengihisapan sesuai indikasi.
f.       Kolaborasi.

2.      Gangguan pertukaran gas b.d hipoventilasi
Tujuan    :     Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
KH         :     Pasien berpatisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi :
a.       Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas.
b.      Kaji status mental.
c.       Awasi frekuensi jantung/irama.
d.      Pertahankan istirahat tidur, dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang.
e.       Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi nafas dalam, dan batuk efektif.

3.      Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan utama.
Tujuan    :     Pasien mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
KH         :     Pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi :
a.       Pantau tanda vital dengan ketat
b.      Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret.
c.       Tunjukkan/dorong teknik mencuci tangan yang baik.
d.      Ubah posisi dengan sering dan berikan pembuangan paru yang baik.
e.       Batasi pengunjung sesuai indikasi.

4.      Resiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia.
Tujuan    :     Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan.
KH         :     Pasien mempertahankan/meningkaktan berat badan.
Intervensi :
a.       Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah.
b.      Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
c.       Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
d.      Asukultasi bunyi usus.
e.       Berikan makan porsi kecil dan sering.
f.       Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

5.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d demam
Tujuan    :     Kebutuhan cairan pasien terpenuhi.
KH         :     Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
Intervensi :
a.       Kaji perubahan tanda vital.
b.      Kaji turgor kulit.
c.       Pantau masukan dan keluaran cairan.
d.      Kolaborasi medis.
(Doenges, 2000 : 166-173)

BAB III
PENUTUP


A.          KESIMPULAN
Pneumonia adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda dasing.

B.           SARAN
a.       Aspek penyakit pneumonia harus dipahami untuk dapat mengatasi dengan baik.
b.      Tindakan pencegahan harus diambil untuk mengurangi angka morbilitas penyakit.
c.       Faktor resiko penyebab pneumonia harus dikurangi/dihindari.

ASKEP PERITONITIS


ASUHAN KEPERAWATAN
 PADA PASIEN PERITONITIS













Disusun Oleh :
Nama                   : Media Dani A.
NIM                     : 2010.0973

 




 




TINJAUAN TEORI


A.          PENGERTIAN

Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneum yang disebabkan oleh infiltrasi isi usus dari suatu kondisi seperti ruptur apendiks, perforasi/trauma lambung dan kebocoran anastomosis. (Tucker : 1998,32)
Peritonitis adalah peradangan pentoneum yang merupakan komplikasi berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (apendisitis, pankreatitis, dll) reputra saluran cerna dan luka tembus abdomen. (Sylvia Anderson & Larraine Carry Wison, 1995: 402).

B.           ETIOLOGI

a.       Peritonitis Bakterial
Disebabkan invasi/masuknya bakteri kedalam rongga peritoneum pada saluran makanan yang mengalami perforasi.
b.      Peritonitis Kimiawi
Disebabkan keluarnya enzim pankreas, asam lambung, atau empedu sebagai akibat cedera/perforasi usus/saluran empedu. (Harison, 2000: 1613)

C.          TANDA DAN GEJALA

1.      Menurut Price, 1995 : 402
-          Sakit perut (biasanya terus menerus)
-          Mual dan muntah
-          Abdomen yang tegang, kaku, nyeri
-          Demam dan leukositosis
-          Dehidrasi
2.      Menurut C. Long 1996 : 228
-          Kemerahan
-          Edema
-          Dehidrasi
3.      Menurut Mubin 1994 : 276
-          Pasien tidak mau bergerak
-          Perut kembung
-          Nyeri tekan abdomen
-          Bunyi usus berkurang/menghilang

D.          ANATOMI

Peritoneum adalah lapisan sel mesotel yang meliputi
1.      Rongga perut (peritoneum parietake)
2.      Alat tubuh dalam rongga perut (peritoneum viserale)
Fungsi    :  Peritoneum merupakan suatu membran semipermeable untuk dialisis yang terus menerus membuat dan mengabsorbsi cairann jernih, serta memisahkan zat-zat satu dengan yang lain.

E.           PATOGENESIS

Timbulnya peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi syok, gangguan sirkulasi dan oliguria, perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Gejala bebeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Gejala utama adalah sakit perut (biasanya terus menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri dan tanpa bunyi, demam dan leukositosis sering terjadi. (Price, 1995 : 402)
Peritonitis (peradangan dari peritoneum) terjadi akibat apendik yang mengalami perforasi, secara cepat pelengketan terbentuk dalam usaha untuk membatasi infeksi dan momentum membantu untuk menutup daerah peradangan, membentuk suatu abses. Ketika penyembuhan terjadi, perlengketan fibrosa dapat terbentuk yang selanjutnya mengakibatkan obstruksi usus. Pada saat lain perlengketan fibrosa tersebut dapat menghilang seluruhnya. Reaksi-reaksi lokal dari peritoneum meliputi kemerahan, edema, dan produksi cairan dalam jumlah besar berisi elektrolit dan protein. Jika infeksi tidak teratasi dapat terjadi hypovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, dehidrasi dan akhirnya syok. Peristaltik usus dapat terhenti dengan infeksi peritoneum yang berat. (C. Long, 1996 : 228)

F.           KLASIFIKASI

a.       Peritonitis Primer
Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi dirongga peritoneum kuman masuk kedalam rongga peritoneum melalui aliran darah/pada pasien perempuan melalui alat genital.
b.      Peritonitis Sekunder
Terjadi bila kuman kedalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak.
c.       Peritonitis karena pemasangan benda asing kerongga peritoneum.
Misalnya pemasangan kateter
1.      Kateter Ventrikula – peritoneal
2.      Kateter Peritonea – Juguler
3.      Continous ambulatory peritoneal dyalisis
(Soeparman, 1993 : 175)


G.          KOMPLIKASI

1.      Ketidakseimbangan elektrolit
2.      Dehidrasi
3.      Asidosis metabolik
4.      Alkalosis respiratonik
5.      Syok septik
6.      Obstruksi usus

H.          PENATALAKSANAAN

1.      Therapy umum
a.       Istirahat
-          Tirah baring dengan posisi fowler
-          Penghisapan nasogastrik, kateter
b.      Diet
-          Cair → nasi
-          Diet peroral dilarang
c.       Medikamentosa
-          Obat pertama
Cairan infus cukup dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
-          Obat alternatif
Narkotika untuk mengurangi penderitaan pasien

2.      Therapy Komplikasi
-          Intervensi bedah untuk menutup perforasi dan menghilangkan sumber infeksi.
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal penggantian cairan dan elektrolit yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (appendiks dsb) atau penyebab radang lainnya bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. (Price, 1995 : 402)


I.             FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan suatu pengumpulan data baik data subyektif ataupun obyektif yaitu :
1.      Nyeri abdomen dan kekakuan diatas area inflamasi
-          Nyeri lepas
-          Dapat menyebar ke bahu
2.      Distensi abdomen
3.      Anoreksia
4.      Mual muntah
5.      Penurunan bising usus
6.      Gagal untuk mengeluarkan feses/flatus
7.      Menggigil demam
8.      Takikardi
9.      Hipotensi
10.  Pernafasan torakal
-          Cepat dangkal
11.  Emesis fekal

J.            DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI
1.      DX         : Perubahan dalam volume cairan berhubungan dengan aliran darah ke peritoneum
Tujuan    :  Tidak terjadi kekurangan volume cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH         :  Pasien dapat menunjukkan
-          Hidrasi edukuat dibuktikan oleh turgor kulit normal dan membran mukosa lembab
-          Tanda vital dan stabil
-          Pasokan dan keluaran seimbang
Intervensi  :  -     Pantau TTV setiap jam, observasi tanda syok     
-          Pertahankan cairan parental dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
-          Timbang BB setiap hari dengan waktu dan timbangan yang sama
-          Ukur masukan dan keluaran setiap 8 jam, ukur urine setiap jam bila kurang dari 30 sampai 50 ml/jam, beritahu dokter
-          Bantu dalam aspirasi
-          Pantau elektrolit, gas darah, HB
-          Lakukan rentang gerak positif dan bantu ajarkan setiap 4 jam
2.      DX         : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri abdomen distensi
Tujuan    :  Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam
KH         :  -     Pasien menunjukkan pernafasan dan bunyi nafas normal
-          Mendemontrasikan kemampuan untuk melakukan latihan pernafasan
Intervensi  :  -  Kaji status pernafasan, pantau terhadap pernafasan dangkal dan cepat
-    Pertahankan tirah baring dalam lingkungan yang tenang dengan kepala ditinggikan 350 sampai dengan 450
-    Pantau therapy oksigen/spirometer intensif
-    Bantu pasien dan ajarkan untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan nafas dalam setiap 1 sampai 2 jam
-    Auskltasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam
3.      DX         : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah dan masukan kurang
Tujuan    :  -
KH         :  -     Pasien mengatakan tidak ada mual muntah
-          Pasien mentoleransi diet dengan edekuat
Intervensi  :  -  Pantau selang nasogastrik
-    Berikan hygiene oral dan nasol sering
-    Ukur lingkar abdomen, sekap 4 jam
-    Pantau terhadap keluarnya flatus
-    Auskultasi abdomen terhadap bising usus sampai dengan 8 jam
-    Bila bising usus kembali selang nasogastrik berikan diet cairan.
4.      DX         : Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan distensi
Tujuan    :  Tidak akan terjadi nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH         : 
Intervensi  :  -  kaji tipe, lokasi, berat nyeri
-    Berikan analgetik hanya setelah diagnosis telah dibuat
-    Kaji keefektifan tindakan penghilang nyeri
-    Pertahankan posisi nyaman untuk meminimalkan stress pada abdomen dan ubah posisi pasien dengan sering
-    Berikan periode istirahat yang nyaman terencana
-    Diskusikan dan ajarkan pilihan teknik pelaksanaan nyeri.
5.      DX         : Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
Tujuan    :  Tidak terjadi ansietas setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH         :  -     Pasien mengekspresikan perasaan/masalah dan pemahaman cara koping positif
-          Pasien menunjukkan lebih relax dan nyaman

Intervensi  :  -  Kaji tingkat ansietas
-    Kaji ketrampilan koping
-    Gelaskan semua tindakan dan prosedur
-    Beri penguatan penjelasan dokter tentang penyakit dan tindakan
-    Bantu dan ajarkan teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA


C. Long, 1996. Keperawatan Medical Bedah 3 : Jakarta

Price, 1995. Patofisiologi : Jakarta

Soeparman, 1993. Ilmu Penyakit Dalam (IPD), FKUI : Jakarta

Tucker, 1998. Standar Perawatan Pasien, EGC : Jakarta